Memasuki dunia sekolah merupakan fase penting dalam kehidupan anak. Selain aspek akademik, kesiapan psikologis juga memegang peranan krusial dalam menentukan keberhasilan anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Berikut beberapa faktor psikologis yang perlu dipertimbangkan sebelum anak mulai bersekolah:
- Kematangan Emosional
Salah satu aspek utama yang harus diperhatikan adalah kemampuan anak dalam mengelola emosinya. Kematangan emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat menggunakan emosinya dengan baik serta dapat menyalurkan emosinya pada hal-hal yang bermanfaat dan bukan menghilangkan emosi yang ada dalam dirinya (Davidoff, 1991). Anak yang sudah siap bersekolah seharusnya mampu mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata, mengatasi kekecewaan, serta mengendalikan amarahnya secara wajar. - Kemampuan Sosial
Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang yang ada dilingkungannya. Lingkungan terdekat anak yaitu keluarga terutama orangtua, jika anak masih cenderung menyendiri atau sulit beradaptasi dengan lingkungan baru, orang tua perlu membantu melatih keterampilan sosialnya. - Kemandirian
Secara praktis kemandirian menurut Dowling adalah kemampuan anak dalam berpikir dan melakukan sesuatu oleh diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhannya sehingga mereka tidak lagi bergantung pada orang lain namun dapat menjadi individu yang dapat berdiri sendiri (Dowling, Et al,. 2005). Anak yang siap bersekolah diharapkan memiliki tingkat kemandirian tertentu, seperti bisa makan sendiri, memakai pakaian tanpa banyak bantuan, serta mampu menjaga barang-barangnya. Dengan kemandirian yang cukup, anak akan lebih percaya diri dalam menjalani aktivitas di sekolah. - Kemampuan Berkomunikasi
Anak perlu memiliki keterampilan komunikasi yang baik, seperti mampu menyampaikan kebutuhan dan pendapatnya kepada guru atau teman. Berbicara dan mendengarkan adalah hal yang penting dalam proses belajar mengajar (Wulandary, 2023). Kemampuan ini sangat penting agar anak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya. - Kesiapan Kognitif
Kesiapan kognitif merupakan kesiapan anak dalam bidang akademik dasar yaitu membaca, menulis dan berhitung, membedakan bentuk geometri (segitiga, segiempat, lingkaran), menyebutkan angka dan memahami konsep dasar bilangan, lancar menyebutkan huruf dan mengenali bentuk melalui bunyi, mengingat fakta, mampu memahami dan mengikuti instruksi (Aryanti, Z. 2017). Walaupun tidak semua anak harus bisa membaca atau berhitung sebelum sekolah, pemahaman dasar ini akan membantu mereka lebih mudah mengikuti proses belajar.
Demikian beberapa faktor psikologis yang perlu dipertimbangkan yang dapat di jadikan patokan bagi orang tua. Selain indikator perilaku seperti telah dipaparkan, terdapat tes khusus yang digunakan untuk mengetahui kesiapan anak bersekolah secara lebih konkret, yaitu Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test yang lebih dikenal dengan NST. (NST) merupakan suatu alat tes yang digunakan untuk mengungkap kesiapan anak saat akan masuk sekolah dasar, meliputi kesiapan fisik dan kesiapan psikis. Kesiapan psikis ini terdiri dari kemasakan emosi, sosial dan mental.
Tes kesiapan bersekolah (NST) bersifat non verbal, dan disajikan secara individual. Tes ini terdiri dari 10 sub tes yang berisi gambar-gambar atau melengkapi gambar sekaligus jawabannya, yang masing-masing mengungkap kemampuan yang berbeda, yaitu; Pengamatan dan kemampuan membedakan; motorik halus; pengertian tentang besar, jumlah dan perbandingan; ketajaman pengamatan;pengamatan kritis; konsentrasi; daya ingat; pengertian tentang objek dan penilaian terhadap situasi; memahami cerita dan gambar orang, yaitu mengerti bagian bagian tubuh dipergunakan untuk apa.
Dengan kesadaran yang lebih baik terhadap faktor-faktor psikologis, orang tua dapat memberikan dukungan terbaik agar anak lebih siap menghadapi dunia sekolah dengan percaya diri dan bahagia.
Yuk ikuti program tes kesiapan sekolah untuk mengetahui anak sudah siap ataukah belum pada program berikut ini:

Penulis : Desi Permata Sari, S.Psi. | Editor: Arifi Zulaika, S.Kom.
Gambar : illustrasi dari Freepik.com
Refrensi:
Aryanti Z. (2017). Faktor resiko terjadinya LGBT pada anak dan remaja. Nizham Journal of Islamic Studies 4 (1), 42-9.
Davidoff, L.L. (1991). Psikologi Suatu Pengantar (edisi ke-2). Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga
DODD, P., DOWLING, S. and HOLLINS, S. (2005) A Review of the Emotional, Psychiatric and Behavioural Responses to Bereavement in People with Intellectual Disabilities. Journal of Intellectual Disability Research 49 (7), 537-543.
Wulandary, R. (2023). Pentingnya Mendengarkan Siswa Berbicara. Indonesiana. https://www.indonesiana.id/read/168214/pentingnya-mendengarkan-siswa-berbicara#
Tinggalkan Balasan